BAPPEDA Bersama BI, BPS dan UNSRI Bahas Perkembangan Ekonomi Sumsel Terkini & Prediksi Ekonomi Makro Triwulan III 2019

Kabid Neraca Wilayah dan Analisa Statistik BPS Prov. Sumsel Ibu Tri Ratna Dewi  pada kesempatan rapat terkait Perkembangan Ekonomi Sumsel Terkini dan Prediksi Ekonomi Makro TW IV 2019 yang berlangsung di Ruang Rapat Parameswara Bappeda Provinsi Sumsel pada pukul 09.00 Wib pada tanggal 8 Oktober 2019, dipimpin oleh Kepala Bidang Perekonomian dan Pendanaan Pembangunan  BAPPEDA Provinsi Sumatera Selatan Bapak H. DWIVA PUTRA, S.P., M, SE. mengatakan bahwa,” Harga komoditas migas dan non migas di pasar Internasional pada triwulan II 2019 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan triwulan I 2019, namun mengalami penurunan dibandingkan triwulan II tahun 2018. Ekonomi beberapa mitra dagang Indonesia masih tumbuh positif.” Ujarnya

Sementara untuk realisasi belanja pemerintah (APBN) mengalami kenaikan jika dibandingkan triwulan yang sama di tahun sebelumnya.Sedangkan realisasi penanaman modal yang tercatat di BKPM (PMA dan PMDN) selama triwulan II tahun 2019 mengalami kenaikan sekitar 2,8 persen,” tegas Ratna

Selanjutnya Ratna menegaskan bahwa untuk Nilai Tukar Petani (NTP) mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, hal ini dipengaruhi oleh pergeseran musim panen yang berdampak terhadap produksi tanaman pangan yang mengalami penurunan. Sementara untuk ekspor karet pada triwulan ini mengalami kenaikan dan produksi perikanan baik budidaya maupun tangkap mengalami penurunan yang ditunjukkan dengan penurunan nilai NTP perikanan dari triwulan sebelumnya sampai 1 poin,” ungkapnya.

Terkait harga minyak mentah dunia mengalami penurunan pada akhir triwulan II, sedangkan produksi batu bara justru mengalami peningkatan sekitar sebesar 25,42% dibandingkan ttriwulan sebelumnya, pungkas Ratna.

Bulan ramadhan, lebaran dan liburan kenaikan sekolah memberikan dampak positif pada lapangan usaha industri makan, minum, penyediaan akomodasi, informasi dan komunikasi, transportasi serta pariwisata. Selain itu penyelenggaraan PILKADA secara serentak di beberapa Kabupaten/Kota di Sumatera Selatan menyebabkan meningkatnya konsumsi LNPRT, terang Ratna.

Kondisi inflasi kumulatif (tahun aklender 2019) Sumsel sebesar 1,42% dan inflasi “year on year” (juni 2019 terhadap juni 2018 sebesar 2,14%. Namun demikian realisasi belanja pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Sumatera Selatan mengalami kenaikan, di antaranya belanja pegawai mengalami kenaikan sebesar 30,35% (YoY)dan, konsumsi barang modal naik sebesar 66,30% (YoY)

Selanjutnya perwakilan BI, Wahyu Yuwana mengatakan” Ketegangan hubungan dagang Amerika Serikat dan Tiongkok yang berkelanjutan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global menjadi melambat yang berdampak pada penurunan volume perdagangan dunia yang pada gilirannya menekan harga komoditas, ungkapnya.

Dikatakannya pula bahwa perekonomian Sumsel didukung oleh komoditas sumber daya alam yang berasal dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan serta sektor pertambangan dan penggalian. Sementara pertumbuhan ekonomi Sumatera Selatan triwulan II 2019 sebesar 5,08% (yoy) dan berada di atas pertumbuhan ekonomi regional dan nasional. Jika dibandingkan dengan Provinsi lainnya di pulau , PDRB Sumsel tercatat tertinggi dengan pangsa PDRB Sumatera Selatan sebesar 13,6%., ujar Wahyu.

Faktor pendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan triwukan II 2019 adalah meningkatnya konsumsi pemerintah dan LNPRT pasca pemili 2019, meningkatnya ekspor karena membaiknya harga karet dan meningkatnya produksi pulp and paper serta tumbuhnya investasi, ujarnya.

Namun demikian,  dari sisi lapangan usaha sektor utama perekonomian Provinsi Sumsel yang berbasis komoditas mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari tiga sektor utama yang memberikan kontribusi sebesar 58,17% pada PDRB Sumsel. Sementara komoditas penyumbang deflasi pada periode agustus 2019 terutama disorong olh penurunan harga komoditas cabai merah dan bawang merah yang disebabkan oleh berangsur normalnya pasokan cabai merah dan masih berlanjutnya musim panen bawang merah, tegas Wahyu.

Dijelaskan pula bahwa inflasi Sumsel 2019 diperkirakan terkendali di level rendah dengan pertumbuhan inflasi diperkirakan berada pada rentang target di tahun 2019 yaitu 3,5 atau lebih kuran sebesar 1% (yoy). Hal tersebut karena disorong oleh perlambatan ekonomi dunia, perlambatan indeks pangan dunia, dan cuaca yang diperkirakan normal dan efek pemilu 2019.

Di akhir paparannya, Wahyu menegaskan, pertumbuhan ekonomi 2019 diperkirakan pada kisaran 5,0-5,4% didukung permintaan domestik dan inflasi terkendali dalam kisaran 3,5%. Sedangkan untuk kredit perbankan diperkirakan tumbuh mendekati kisaran 10-12%, dan DPK tumbuh 8-10%, defisit transaksi berjalan mengecil pada kisaran 2,5% dari PDB. Ungkapnya.

Pada kesempatan selanjutnya, Prof. Bernadete Robiani dari UNSRI mengatakan bahwa “ Di tahun 2019, ekonomi Sumsel tumbuh lebih melambat dengan kondisi harga komoditas unggulan Sumsel (katret dan CPO) yang masih berfluktuatif, kondisi wait and see bagi dunia usaha dengan adanya pemilu. Pola pertumbuhan ekonomi Sumsel di tahun 2019 berbeda dengan tahun 2018, dimana persiapan dan perhelatan Asian Games di tahun 2018 dan Pilkada merupakan satu bentuk “shock” ke perekonomian yang berdampak kepada pertumbuhan sektor-sektor yang diduga memberikan efek berganda yang tinggi yaitu penyediaan akomodasi, makan dan minum (13,2%), transportasi dan pergudangan (7,4%), informasi dan komunikasi (7,7%) perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor (8,1%), katanya.

Sepanjang januari-Agustus, neraca perdagangan mengalami surplus dengan kenaikan kontribusi ekspor non migas menjadi 93,7% dibandingkan dengan Januari-Agustus 2018 sebesar 92,57%, meskipun terjadi penurunan kontribusi dari beberapa komoditas utama pada periode jan-Agustus tahun 2019 seperti Karet, batubara dan kelapa sawit. Sepanjang mei-Agustus 2019 terjadi penurunan harga yang cukup dalam untuk sawit, kedelai dan karet. Sementara beberapa komoditas yang mengalami kenaikan yaitu kontribusi bubur kayu dan pupuk urea, terang Bernadete.

Diungkapkannya juga untuk pertumbuhan industri besar dan sedang mengalami peningkatan yang didominasi oleh pertumbuhan insdustri bahan kimia dan barang kimia seperti produk pupuk urea. Sedangkan untuk pertumbuhan industri mikro dan kecil mengalami peningkatan yang berasal dari industri kayu, barang dari kayu dan gabus dan barang anyaman dan bambu, pakaian jadi, barang galian bukan logam, makanan, percetakan dan media rekam, paparnya.

Sampai dengan triwulan II 2019 tingkat kemiskinan Sumsel mencapai 12,71% (turun dari tingkat kemiskinan di tahun 2018 yang sebesar 12,80%) meskipun masih di atas tingkat kemiskinan nasional yang sudah berada pada angka 9,41%. Dari sisi pendapatan/lapangan pekerjaan/mata pencaharian, sebagian besar penduduk miskin di Sumatera Selatan menggantungkan penghidupannya dari sub sektor perkebunan dan pertanian tanaman padi-palawija.

Kalau dilihat dari pola konsumsi, pengeluaran konsumsi penduduk perkotaan didominasi untuk makanan dibandingkan makanan yaitu sebesar 71,62% makan dan 28,38% untuknon makanan. Sedangkan di perdesaan 77,30%  untuk makanan dan 22,70% untu non makanan. Sementara peranan kelompok makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan kelompok bukan makanan, tercata sebesar 74,92% pada tahun 2018, tuturnya.

Dari sisi kualitas modal manusia (pendidikan dan kesehatan, berdasarkan data BPS 2019 persentase tertinggi tingkat pendidikan penduduk usia di atas 15 tahun adalah SD/sederajat  sebesar 28,12%, diikuti SLTA/sederajat sebesar 22,96% dan SLTP/sederajat sebesar 20,99%. Sementara itu persentase penduduk yang mengalami masalah kesehatan meningkat dari 26,63% tahun 2016 menjadi 26,80% pada tahun 2017 kemudian kembali meningkat di tahun 2018 menjadi sebesar 28,57%, tambah Bernadete.

Sebelum mengakhiri paparannya,terkait prediksi pertumbuhan Sumatera Selatan, dijelaskan Bernadete “ Isu trade war masih akan berpengaruh ke perekonomian Sumatera Selatan mengingat perlambatan ekonomi Tiongkok dan AS yang masih menjadi negara tujuan utama ekspor Sumsel tentunya akan berpengaruh kepada permintaan barang dan jasa. Selanjutnya dikatannya “Perlambatan ekonomi di India dan Singapore (sebagai imbas trade war) yang merupakan negara tujuan ekspor Sumsel juga. Disamping itu dampak trade war terhadap penurunan harga komoditas  serta arus modal yang keluar dari Indonesia (investasi melambat) dan terjadi pelemahan mata uang akibat devaluasi Yuan, Tutup nya.