Dalam rangka pelaksanaan Kebijakan Satu Peta Provinsi Sumatera Selatan terkait dengan peningkatan kualitas data informasi geospasial sesuai standar SNI dan KUGI (Katalog Unsur Geografi Indonesia), BAPPEDA Provinsi Sumatera Selatan selenggarakan Workshop Jaringan Informasi Geospasial Daerah Provinsi Sumatera Selatan bertempat di ruang rapat Dapuntha Hyang Lantai 3 pada tanggal 26-27 September 2019 yang dibuka oleh Kepala BAPPEDA Provinsi Sumatera Selatan yang diwakili oleh Sekretaris BAPPEDA, Ir. Hendrian,M.T.
Hadir dalam workshop tersebut; 1) Deputi Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan pengembangan Wilayah Kemneterian Koordinator Bidang Perekonomian, 2) Kepala Pusat Standarisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasila Badan Informasi Geospasial, 3) Kepala Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial Badan Informasi Geospasial, 4) Tim JIGD Provinsi Sumatera Selatan, 5) BAPPEDA dan Dinas PUPR Kabupaten/Kota Se- Sumatera Selatan, 6) Mitra Pembangunan (WRI,ICRAF dan ZSL), 7) Pusat Pengembangan Infrastruktur Data Spasial (PPIDS) UNSRI.
Dalam kesempatannya, Asep Sofyan mengatakan bahwa Sesuai UU No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, “ Standar adalah persyaratan teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak/pemerintah/keputusan internasional yang terkait dengan memperhatikan syarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, pengalaman, serta perkembangan masa kini dan masa depan untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Sementara “ Standardisasi adalah proses merencanakan, merumuskan, menetapkan, menerapkan, memberlakukan, memelihara, dan mengawasi standar yang dilaksanakan secara tertib dan bekerja sama dengan semua Pemangku Kepentingan “, ungkapnya.
Selanjutnya dijelaskan Asep, “ Undang-undang No. 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial, mengamanatkan bahwa setiap penyelenggaraan informasi geospasial (IG) harus dilakukan sesuai dengan standar yang berlaku.
Dalam Renstra periode 2015-2019, Badan Informasi Geospasial (BIG) melalui Pusat Standarisasi dan Kelembagaan Informasi Geospasial (PSKIG) telah menetapkan standar kinerja terkait kepatuhan penyelenggara IG terhadap standar penyelenggaraan IG.
Sampai tahun 2017, BIG telah memiliki 83 standar penyelenggaraan IG yang masih berlaku. Namun sampai saat ini belum diketahui kondisi pemenuhan/kepatuhan setiap penyelenggaraan IG terhadap standar-standar tersebut.
Penilaian tingkat kepatuhan penyelenggara IG terhadap standar membutuhkan tolok ukur yang valid dan reliable supaya penilaian yang dilakukan dapat merepresentasikan kondisi yang sebenarnya, tegas Asep.
“ Dalam kehidupan sehari hari, kita akan melakukan beberapa kegiatan yang memiliki data berupa meta data misalnya kilometer, waktu dll. Dalam hal ini sering terdapat atribut/informasi hilang sehingga informasi kilometer dan waktu tersebut, itu merupakan bagian dari meta data”, tegas Syamsul Kepala Bidang Pengelolaan Data dan Informasi Geospasial.
Syamsul juga mengatakan bahwa “ Kebijakan satu peta harus memiliki 1 referensi, standar, basis data dan geoportal”. Ungkapnya.
Dalam diskusi, Syamsul juga menanggapi pertanyaan tentang walidata dan pembuat peta. Dijelaskannya bahwa “ Sesuai dengan Perpres nomor 39 tahun 2019 mengenai produsen data adalah unit pada instansi pusat dan instansi daerah yang menghasilkan data berdasarkan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sedangkan walidata adalah unit pada instansi daerah yang melaksanakan kegiatan pengumpulan, pemeriksaan dan pengolahan data yang disampaikan oleh produsen data serta menyebarluaskan data. Terangnya.
Pada kesempatan tersebut Kedeputian Bidang Koordinasi Percepatan Infrastruktur dan pengembangan Wilayah Kemneterian Koordinator Bidang Perekonomian memaparkan juga tentang Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (PKSP) yang diatur melalui Perpres nomor 9 tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta. Dijelaskan bahwa kebijakan satu peta merupakan upaya perwujudan satu peta yang akurat dan akuntabel sebagai acuan bersama dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang.
Informasi geospasial yang berbeda-beda mengakibatkan sulitnya pengambilan keputusan dan perumusan kebijakan berbasis spasial. Implikasi dari tidak adanya satu peta adalah terjadinya konflik di perbatasan, sengketa tanah dan pembangunan yang tidak sesuai dengan tata ruang, oleh karenanya diperlukan satu peta yang akurat dan akuntabel.
Lebih lanjut disampaikan juga terkait arahan presiden pada launching geoportal PKSP di bulan Desember 2018, dimana presiden memberikan arahan strategis terhadap implementasi PKSP, salah satunya untuk penyelesaian permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan.
Tersedianya satu peta yang akurat dan akuntabel dapat meminimasi konflik pemanfaatan lahan dan mendukung perbaikan rencana tata ruang sehingga ke depannya penyediaan infrastruktur dapat terlaksanadengan lebih efektif.
Sebagai tindak lanjut dari arahan presiden , khususnya dalam penyelesaian permasalahantumpang tindih pemanfaatan lahan, Sekretariat Tim PKSP melanjutkan ke tahap sinkronisasai yang dilakukan bersama Kementerian/Lembaga, Walidata dan Pemerintah Daerah untuk menyelesaikan permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahandi seluruh wilayah Indonesia.
Di akhir workshop disampaikan beberapa kesimpulan yang harus ditindaklanjuti diantaranya adalah; 1) Perangkat Daerah Provinsi Sumatera Selatan khususnya produsen peta/walidata diharapkan untuk melakukan standarisasi peta dengan mengKUGIkan peta, 2) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan perlu melakukan revisi terhadap peraturan gubernur dan surat keputusan JIGD dan KSP berdasarkan perpres 39 tahun 2019, 3) Dinas Komunisasi dan Informatika berperan sebagai walidata/unit penyebarluasan sesuai perpres 39 tahun 2019, dimana bertugas untuk mengumpulkan, menjamin kualitas, pengelolaan dan penyebarluasan, 4) Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yang telah memiliki akun Geoportal Kebijakan Satu Peta sebanyak 11 Kabupaten/Kota, sedangkan 6 Kabupaten/Kota yaitu: Muara Enim, Muratara, OKUT, Prabumulih, Lubuk Linggau dan Pagar Alam belum memiliki akun. Disarankan bagi 6 kabupaten/kota tersebut agar mengambil akun di BIG dengan membuat surat mandat akses yang ditandatangani ole Kepala Daerah.